Infotoday.co.id, Tanjungpinang-Rokok merupakan sumber pendapatan negara yang sangat berkontribusi, rokok memiliki tanda bandrol yang disebut pita cukai sebagai bentuk taat pembayaran pajak yang dilakukan oleh setiap PT atau perusahaan yang memproduksinya, setiap PT atau perusahaan yang memproduksi rokok dengan bandrol pita cukai dapat memperjualbelikan produknya diseluruh wilayah negara Indonesia, namun ada juga rokok yang tidak di bandrol pita cukai dan hanya dapat diperjualbelikan rokok tersebut di wilayah tertentu saja di negara Indonesia yakni wilayah yang dimaksud ialah wilayah Free Trade Zone (FTZ).
Namun Saat ini masih terjadi proses jual-beli Rokok tanpa dilengkapi pita cukai secara bebas di kota Tanjungpinang dan Bintan serta banyaknya rokok HD light yang tidak mencantumkan Kawasan yang boleh di edarkan di kotak rokoknya.
Hal ini juga dibuktikan dengan maraknya masyarakat di kota Tanjungpinang dan Bintan membeli dan mengkonsumsi rokok tanpa bandrol pita cukai ditempat yang tidak berada diwilayah atau zona Free Trade Zone (FTZ) sebagaimana yang seharusnya. Dengan banyaknya rokok tanpa cukai yang dijual bukan diwilayahnya membuat negara Indonesia merugi khususnya di kota Tanjungpinang dan bintan.
Puluhan PT disinyalir memproduksi rokok non cukai di Kota Batam, salah satunya PT Adhi Mukti Persada salah. Awalnya PT ini sebagai PT yang bergerak dibidang distributor, hal tersebut diketahui dari persidangan kasus persidangan Terdakwa Apri Sujadi.
Dimana manager PT Adhi Mukti Persada saat bergerak dibidang distributor sewaktu dipanggil menjadi saksi saat sidang terdakwa Apri Surjadi terungkap bahwa sang manager Agnes Tambun mengaku perusahannya hanya merupakan distributor yang mengurusi kouta rokok non cukai pada saat itu.
Bahkan pada sidang beberapa waktu lalu, sang manager pada perusahan tersebut mengaku kapok untuk bermain rokok. Namun keterangan tersebut bertolak bekakang dengan fakta lapangan, dimana PT ini naik kelas menjadi PT yang memproduksi, bukan lagi sebagai PT yang mendistribusikan
Hal ini sangat bertentangan atau tidak relevan dengan penyampaian manager tersebut saat perkara quo.
Rokok HD Light merupakan salah satu contoh rokok hasil produksi dari PT Adhi Mukti Persada yang saat ini masih eksis diperjualbelikan dikota Tanjungpinang dan bintan yang mana tidak menggunakan bandrol pita cukai dan hal ini dapat merugikan negara.
Pengedar atau penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54 berbunyi: “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Dan Pasal 56 berbunyi: “Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Besar harapan saya dalam hal ini Instansi terkait yakni Bea dan Cukai kota Batam melakukan pengawasan dalam hal mencegah peredaran Rokok Non Cukai tersebut serta melakukan penindakan terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut demi menjamin asas Kepastian Hukum di Indonesia khususnya Kepulauan Riau.
Saya yakin dan percaya bahwasanya tidak ada alasan tidak bisa dilakukannya penindakan tersebut karena berdasarkan asas “ leg Liminem Cogit Ad Impossibilia.” Yang artinya Undang-Undang tidak memaksa seseorang atau instansi untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
Serta saya juga mengutip sebuah asas, “Ibi Jus Incertum, Ibi Jus Nullum.” Yang artinya
Tiada kepastian hukum disitu tidak ada hukum.
Penulis Endriansah Suseno, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang