Infotoday.id, Tanjungpinang – Diskusi Jurnalis Anak Negeri (For.Djuan) mengadakan Forum Group Discussion (FGD) di Ruang Pertemuan Hotel Bintan Plaza, Tanjungpinang, senin (20/09). Adapun tema dari FGD tersebut adalah, “Peran Mahasiswa Menyikapi Penyesuaian Harga BBM Dalam Perspektif Sosial Masyarakat di Kota Tanjungpinang”. FGD ini dilaksanakan untuk mengetahui secara jelas kebijakan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM), sehingga tidak menjadi isu yang meresahkan masyarakat.
Sebagai narasumber, hadir Sahat Sianturi selaku Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Apriani Melani S.E selaku Sub Koordinator Bantuan Sosial Kesejahteraan Keluarga, Dinas Sosial Kepri. Andri Kurniawan selaku Pengawas Perdagangan Disperindag Kepri. Reiza selaku Sales Branch Manager Pertamina Tanjungpinang dan Nikolas Panama selaku Jurnalis senior Kantor Berita Antara.
Memulai acara, Ketua For. Djuan Edi Susanto sebagai moderator memberikan kesempatan kepada perwakilan mahasiswa untuk mengemukakan pendapat terkait kebijakan penyesuaian harga BBM yang sempat memicu mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa.
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tanjungpinang-Bintan, Dion menyampaikan pandangannya terkait penyesuaian harga sebagai kenaikan harga yang tidak berdasarkan pertimbangan yang berpihak kepada masyarakat. Sedangkan menurutnya, hingga saat ini BBM di Indonesia masih ketergantungan dari Singapura.
“Kalau penyesuaian, tentunya ada harga pembanding yang menjadi tolak ukur untuk penyesuaian. Setahu saya minyak mentah kita selama ini dijual ke Singapura, lalu kita impor BBM dari Singapura,” kata Dion.
Mengenai penyesuaian harga BBM tersebut. Reiza selaku Sales Branch Manager Pertamina Tanjungpinang mengatakan tugas pertamina hanya sebagai distributor, dan berupaya agar BBM subsidi tersalurkan tepat sasaran.
“Salah satunya dengan mencatat kendaraan yang mengisi BBM subsidi seperti solar. Selain itu, Kita juga menetapkan kuota untuk setiap jenis kendaraan per harinya,” terang Reiza dan menguraikan besaran kuota maksimal perhari untuk BBM subsidi per jenis kendaraan.
Terkait BBM subsidi, Reiza mengakui besarnya perbedaan harga BBM subsidi dengan harga BBM produksi, rentan digunakan oleh oknum-oknum untuk mengambil keuntungan pribadi.
“Pemerintah tidak mencabut subsidi BBM, harga Pertalite produksi Rp.18 ribu dan untuk harga subsidi Rp.10 ribu, jadi Pertalite masih disubsidi pemerintah sebesar Rp.8 ribu per liternya,” lanjut Reiza.
Selanjutnya. Kebijakan penyesuaian harga BBM, lebih jelas disampaikan oleh Sahar Sianturi. Dirinya mengasumsikan besaran subsidi yang dialokasikan melalui APBN saat ini tidak lagi mampu untuk membeli BBM sesuai volume yang direncanakan, sebab harga BBM mengalami kenaikan.
“Contoh, anggaran Subsidi sebesar 100 Triliun selama ini untuk 1800 barel minyak, tetapi saat ini anggaran tersebut hanya dapat untuk subsidi kurang dari 1800. Nah agar subsidi tetap dapat membiayai sesuai kuota kebutuhan masyarakat pengguna BBM subsidi, sehingga besaran subsidi per liternya harus disesuaikan,” jelas Sahat Sianturi.
Sahat juga menyampaikan bahwa untuk mengatasi dampak secara langsung akibat penyesuaian BBM, Pemprov Kepri telah mengalokasikan anggaran bantuan sosial sebesar Rp. 10 miliar kepada masyarakat di Kepri.
“Saat ini, mari kita bersama RT dan RW mengawal pendistribusian bantuan tersebut, agar bantuan diterima tepat sasaran. Dan bantuan langsung ini kita berikan agar tepat ke sasaran dan tidak disalah gunakan,” jelas Sahat.
Lanjutnya menjelaskan rencana bantuan sebesar 300 ribu tersebut, ditetapkan berdasarkan perhitungan, sebagai bantalan subsidi oleh Pemprov Kepri.
“Penyesuaian harga BBM saat ini sebesar Rp.2400, jadi kalau kita berikan bantuan Rp.300 ribu, berarti Kita memberikan bantalan subsidi BBM untuk 125 liter,” jelasnya.
Selanjutnya upaya pemerintah mengantisipasi dampak sosial akibat penyesuaian BBM, Apriani Melani mewakili Dinas Sosial Provinsi Kepri menyampaikan berbagai program dan anggaran yang dialokasikan untuk membantu kebutuhan hidup masyarakat miskin.
Diantaranya bantuan subsidi BBM yang akan disalurkan untuk tiga bulan, yakni diberikan dalam bentuk uang sebesar Rp.300 ribu dan berbentuk sembako. Selain bantuan dari Pemerintah pusat. Lanjut Apriani menjelaskan, Pemprov Kepri juga akan mengalokasikan anggaran bantuan yang akan diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota, untuk disalurkan kepada masyarakat yang layak menerima bantuan.
“Bantuan tersebut, untuk masyarakat yang terdaftar di dalam DTKS, tetapi belum pernah menerima bantuan dari APBN maupun APBD,” jelasnya.
Sedangkan upaya yang dilakukan Pemprov Kepri untuk mengatasi dampak penyesuaian harga BBM, di sektor perdagangan. Pengawas Perdagangan Disperindag Kepri Andri Kurniawan mengakui hal tersebut berpotensi pada kenaikan harga bahan lainnya, terutama untuk kebutuhan pangan.
“Saat ini posisi Inflasi di Kepri berada pada angka 6 persen, termasuk urutan nomor 5 se Sumatera, dan sebagian besarnya terdapat pada harga bahan pangan,” kata Andri.
Dirinya menerangkan, berdasarkan data BPS, akibat penyesuaian harga BBM, juga memiliki potensi terjadinya penambahan angka Inflasi 1,6 persen sampai dengan 2,4 persen.
“Bayangkan posisi inflasi kita saat ini 6 persen, bagaimana bila terjadi kenaikan akibat penyesuaian harga BBM. Tetapi ini terjadi di sektor pangan, karena saat ini pangan kita banyak berasal dari luar daerah,” katanya.
Dan untuk mengatasi terjadi nya inflasi, hingga kini Disperindag Kepri terus melakukan pemantauan harga barang di setiap pasar-pasar.
“Kita terus lakukan pemantauan di pasar dan terkadang kita bertanya kepada para petani ataupun pelaku usaha untuk mengetahui penyebab naiknya harga. Dan Kita juga melakukan koordinasi bersama Dinas Ketahanan Pangan,” jelas Andri.
Selanjutnya, moderator meminta peserta yang hadir untuk memberikan tanggapan atas kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi dampak penyesuaian BBM.
Perwakilan SMA Negeri 2 Tanjungpinang, Teja Maulana Hakim menyampaikan kebijakan bantuan sosial pemerintah belum dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi dampak penyesuaian BBM yang dialami masyarakat dan tidak bisa dilakukan secara berkepanjangan.
“Solusi bantuan sosial tidak dapat dilakukan pemerintah secara berkepanjangan. Sementara saat ini, bagaimana dengan penyesuaian UMK, serta kepada pelaku IKM dan UKM yang selama ini bergantung dari kebutuhan BBM subsidi,” ucap Teja.
Pertanyaan ini ditanggapi oleh Apriani. Menurutnya, pemerintah terus berupaya meningkatkan perekonomian masyarakat, baik dalam bentuk pelatihan dan bantuan modal.
“Kita juga melakukan upaya untuk mendukung pelaku usaha, seperti UEP dan KUBE,” jelasnya.
Di akhir acara, moderator memberikan kesempatan kepada Jurnalis Senior Nikolas Panama untuk menyampaikan pendapat dan kesimpulan terkait langkah bijak yang pantas.dilakukan mahasiswa dan masyarakat terkait penyesuaian harga BBM.
Nikolas Panama menyayangkan kebijakan penyesuaian harga BMM yang dilakukan oleh Pemerintah tanpa adanya sosialisasi dan diskusi Ilmiah diruang-ruang publik, terutama ruang akademis.
“Jika kebijakan dilakukan dengan dibarengi sosialisasi dan kajian akademis di kampus-kampus, maka akan meminimalisir penolakan. Asal masuk diakal dan sesuai dengan kodisi dan kebutuhan masyarakat,” terang Nikolas.
Terkait gerakan mahasiswa, senior jurnalis Antara News ini juga menyayangkan gerakan mahasiswa yang kurang kreatif dan dinilai kurang tepat sasaran. Harus ada inovasi terbaru dari gerakan mahasiswa sehingga menjadi daya tarik untuk para jurnalis meliput dan menayangkan pemberitaannya.
“Perbanyak diskusi, untuk menambah wawasan gerakan. Karna gerakan mahasiswa gak hanya kuantitas yang utama, kwalitas penyampaian tuntutan aksi harus tepat sasaran. Manfaatkan perkembangan media sosial yang masif, sehingga penyampaian gerakan mahasiswa tepat sasaran ke pemerintah terutama masyarakat yang menjadi korban atau penikmat dari sebuah kebijakan,” tutupnya.
Kegiatan FGD ini ditutup dengan foto bersama Narasumber, Peserta dan Panitia. (Suaib)