Tanjungpinang, Infotoday.id – Direksi BUMD Kota Tanjungpinang, PT. Tanjungpinang Makmur Bersama, menyampaikan beberapa hal soal Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) yang telah dilaksanakan oleh Wali Kota Tanjungpinang Rahma selaku pemegang saham, Rabu (14/12) di Kantor Wali Kota Tanjungpinang.
Fahmy yang menjabat Direktur Utama BUMD Tanjungpinang, mengaku sampai hari ini belum menandatangani surat pemberhentian. Karena, surat pemecatan belum diterima. Begitu juga dengan rekannya Irwandy selaku Direktur PT. Tanjungpinang Makmur Bersama (PT. TMB).
“Belum ada surat pemecatan. Belum terima. Kami juga belum tanda tangan. Masih menunggu proses,” tutur Fahmy dan Irwandy kepada Infotoday.id, Kamis (15/12).
Fahmy menjelaskan kronologis RUPS-LB pada 18 November 2022 dengan Agenda Penyampaian Laporan Kinerja dan Keuangan Perusahaan.
Dalam RUPS tersebut, saat dua direktur itu menyampaikan laporan perusahaan, diluar dugaan muncul desakan agar mereka mengundurkan diri kendati telah menjelaskan berbagai persoalan yang selama ini dihadapi.
“Karena munculnya opsi yang harus kami pilih pada saat itu, antara mengundurkan diri atau diberhentikan, maka kami sampaikan bahwa kami akan mengundurkan diri namun terlebih dahulu berkonsultasi dengan keluarga,” kata Fahmy.
Dia mengutarakan, hasil RUPS-LB juga telah diklarifikasi dan dijelaskan kembali melalui surat Direksi PT. Tanjungpinang Makmur Bersama Nomor 200/1.01/XI/2022 tanggal 28 November 2022, serta surat Nomor 206/1.01/XII/2022 tanggal 8 Desember 2022, yang pada pokoknya menolak hasil RUPS tanggal 18 November 2022.
“Karena tidak sesuai dengan agenda RUPS serta terkesan memaksa untuk mengundurkan diri tanpa alasan,” tutur Fahmy.
Namun, sambung dia, kedua surat tersebut sama sekali tidak mendapatkan tanggapan dari Wali Kota Tanjungpinang Rahma selaku pemegang saham.
Selain itu, Fahmy meminta penyelesaian atas hak-hak komisaris, direksi maupun karyawan yang belum dibayarkan oleh perusahaan.
Bahkan, pada 7 Desember 2022, Wali Kota Tanjungpinang Rahma justru kembali meminta diadakan RUPS-LB dengan agenda Pemberhentian Direksi PT. TMB yang pada akhirnya RUPS-LB tersebut dilaksanakan oleh Komisaris pada 14 Desember 2022, dipimpin langsung oleh Rahma selaku pemegang saham.
“Keputusan yang kami anggap cacat hukum yaitu Pemberhentian Direktur Utama dan Direktur PT. Tanjungpinang Makmur Bersama tanpa melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan maupun Anggaran Dasar Perusahaan,” tegas Fahmy.
Anggapan dua direktur itu telah mengundurkan diri sebagai Direksi PT. Tanjungpinang Makmur Bersama dianggap Fahmy tidak benar. Sebab, hingga saat ini mereka tidak pernah menyampaikan surat pengunduran diri.
Sementara, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 13 Ayat (12) Anggaran Dasar PT. Tanjungpinang Makmur Bersama, menyatakan bahwa “Seorang Anggota Direksi berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis mengenai maksudnya tersebut kepada Perseroan….”.
Sehingga atas dasar tersebut, maka pemberhentian direksi yang didasarkan pada pengunduran diri direksi tidak memiliki kekuatan hukum;
Bahwa sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 65 Ayat (1) PP 54 Tahun 2017 Tentang BUMD, yang mengamanatkan bahwa Pemberhentian Direksi sebelum jabatan berakhir harus disertai dengan alasan pemberhentian.
“Terkait ketentuan ini, RUPS-LB pada 14 Desember 2022, Wali Kota Tanjungpinang selaku pemegang saham sama sekali tidak menguraikan alasan yang didalihkan dalam memberhentikan direksi pada RUPS-LB,” ungkap Fahmy.
Adapun alasan bahwa poin Pakta Integritas yang menyatakan direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu tentunya juga harus didasarkan pada alasan yang dibenarkan dalam Peraturan Perundang-undangan;
Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 105 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas maupun dalam Pasal 13 Ayat 14 huruf e dan huruf f Anggaran Dasar PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.
Dalam hal keputusan RUPS memberhentikan direksi sebelum berakhir masa jabatan, dapat dilakukan setelah direksi diberikan kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
Namun faktanya dalam RUPS-LB pada tanggal14 Desember 2022, Wali Kota Tanjungpinang Rahma selaku pemegang saham tidak memberikan kesempatan tersebut. Melainkan secara sepihak langsung membacakan keputusan pemberhentian direksi.
Sementara pembelaan diri diberikan setelah keputusan tersebut dibacakan dan sama sekali tidak mendapatkan tanggapan dalam RUPS. Sebab, keputusan yang diambil sebelum pembelaan diri disampaikan.
“Terkait statement Wali Kota Tanjungpinang dibeberapa media yang menyatakan bahwa PT. Tanjungpinang Makmur Bersama terus mengalami kerugian sehingga tidak mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah, perlu kami sampaikan secara objektif terkait persoalan ini,” papar Fahmy.
Fahmy membeberkan, sejak direksi dilantik pada 27 September 2019, kas PT. Tanjungpinang Makmur Bersama pada saat itu hanya berjumlah Rp33 juta dengan utang perusahaan mencapai Miliaran Rupiah lebih yang harus dibayar.
“Itu merupakan akumulasi utang-utang perusahaan sebelum kami menjabat,” katanya.
Sementara, sambung Fahmy, pada 2020 hingga 2021, pendapatan perusahaan mengalami penurunan yang sangat drastis akibat pandemi COVID-19. Kondisi tersebut dirasakan bukan hanya BUMD tetapi perusahaan-perusahaan besar bahkan pemerintah daerah dan masyarakat juga ikut merasakan dampak.
“Pendapatan perusahaan di masa pandemi COVID-19 setiap bulannya tidak mampu menutupi beban gaji dan kewajiban perusahaan yang semakin menumpuk dari akumulasi kewajiban perusahaan sebelum kami menjabat. Sehingga hampir setiap bulan mengalami kekurangan antara pendapatan dengan beban pengeluaran yang pada akhirnya berdampak pada pembayaran gaji Komisaris, Direksi dan Karyawan yang sampai saat ini belum dibayarkan selama 7 bulan,” papar Fahmy lagi.
Akumulasi kewajiban perusahaan tersebut kemudian didalihkan seolah-olah Fahmy dan Irwandy yang menyebabkan perusahaan merugi hingga mencapai Miliaran Rupiah dengan mengesampingkan fakta-fakta yang ada.
“Sebagai direksi kami telah beberapa kali mengajukan Rencana Bisnis sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Perusahaan. Karena, perusahaan memang sudah dalam keadaan tidak sehat ketika kami menjabat. Namun, sampai dengan 3 tahun kami menjabat sebagai direksi, tidak satu Rupiah pun menerima Penyertaan Modal dari Pemko Tanjungpinang kendati wali kota selaku Pemegang Saham pada PT. Tanjungpinang Makmur Bersama,” paparnya.
Sementara Penyertaan Modal tersebut merupakan Kewajiban Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagaimana telah diatur dalam Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota Tanjungpinang serta Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perseroan Terbatas Tanjungpinang Makmur Bersama Perusahaan Perseroan Daerah.
“Sehingga kami sangat merasa miris. Badan Usaha yang dimiliki oleh Pemko Tanjungpinang ini terkesan dibiarkan mati perlahan di tengah kondisi yang tidak stabil tanpa ada dukungan sama sekali. Itulah kondisi objektif yang terjadi pada PT. Tanjungpinang Makmur Bersama,” kata Fahmy.
Sehingga, dengan ketidakadilan yang direksi terima, sambung Fahmy, perlu disampaikan ke publik. Sehingga masyarakat dapat lebih objektif melakukan penilaian.
Keputusan RUPS-LB 14 Desember 2022 yang telah memberhentikan mereka sebagai direksi juga mereka tolak dan menyatakan Cacat Hukum.
“Karena bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan serta kami anggap sebagai keputusan yang sewenang-wenang. Oleh karena itu, kami memohon doa restu akan menempuh upaya-upaya hukum dalam mendapatkan keadilan atas keputusan yang sewenang-wenang tersebut,” tegasnya.
(dar/suaib)