HeadlineHukumOPINI

Kontroversi Perkara Perusakan Patok di Jl. WR. Supratman km 8 Tanjungpinang

×

Kontroversi Perkara Perusakan Patok di Jl. WR. Supratman km 8 Tanjungpinang

Sebarkan artikel ini
Patrisius Boli Tobi, Aktivitas Provinsi Kepulauan Riau

Tanjungpinang– Setiap perkara hukum yg berkaitan dengan apa yang disebut patok, korelasi logisnya tentu tidak lepas dari klaim atas objek tanah.

Pasal 170 dan atau 406 KUHPidana yang didalilkan dalam Dakwaan penuntut umum terhadap saudara Aloysius & Herman Yosep, menjadi sebuah studi kasus hukum bahwa apakah “merusak Patok” memiliki kekuatan pembatasan pada ada atau tidaknya pertimbangan hukum tentang hak keperdataan pada objek atas tanah, demikian apa yang disampaikan bung Patrick saat awak media mulai menggali substansi perkara laporan Djodi Wirahadikusumah atas pasal pengrusakan Patok.

“Sejauh yang saya ikuti dari awal tahap penyidikan, penuntutan sampai pada sidang pengadilan ini, kasus ini sesungguhnya menarik kalau didiskusikan dengan para akademisi atau praktisi hukum, sebab persoalan ini penuh dengan “rekayasa”.

Persoalan hukum di atas tanah milik Almarhum Leo Puho di jalan WR. Supratman km 8 Tanjungpinang sudah terlalu lama tidak menemukan sebuah kepastian atas hak ahli waris Alm Leo Puho & Abu Thalib.

Saya memiliki keyakinan bahwa rekayasa atas setiap peristiwa yang didesain seakan-akan adalah kasus hukum pidana ini telah lama dimulai, sudah pernah terjadi beberapa kali bahkan saudara Pelapor ini telah membuat laporan polisi tahun 2019, yang pada akhirnya juga tidak dapat diproses lebih lanjut karena minimnya alat bukti hak di atas objek tanah ini.

Kami memiliki bukti SP2 Lidik yang di keluarkan satreskrim Polresta Tanjungpinang pada bulan Mei tahun 2020.

Adakah keterkaitannya dengan perkara saat ini ?

Sangat terkait, bahwasanya peristiwa yg diduga didalilkan, yang dimulai dari proses penyelidikan sampai pada saat penuntutan kemudian berproses pada peradilan ini saya tidak yakin terjadi persoalan pidana, kalau kita berbicara aspek hukum pembuktian ini harus dimulai dari hak keperdataan sebab ini menyangkut objek tanah.

Bagaimana mungkin dipisahkan antara rusaknya patok tanah dengan hak keperdataan di atas objek tanah itu ?

Orang bisa saja datang secara diam-diam meletakkan sesuatu barang di halaman rumah saudara lalu pergi bahkan lari, karena saudara merasa bahwa barang itu mengganggu halaman rumah saudara lalu saudara mengangkat & buang, setelah itu saudara disidangkan atas pasal pengrusakan ? Ini yang saya analogikan atas perkara saat yang sedang dalam persidangan di PN Tanjungpinang.

Tapi kita tetap harus patuhi semua proses ini, dan saya berkeyakinan bahwa Hakim akan memutuskan dengan adil, dan menarik bahwa dalam persidangan juga sempat disebut dalam aksen candaan oleh hakim:

“Saya juga kalau ada orang tiba-tiba datang memasang sesuatu di halaman rumah saya, ya saya tendang lah,”. Ini cukuplah bijak.

Seharusnya perkara ini dibawa pada ranah sengketa hak dulu untuk pembuktian siapa di antara para pihak ini yang lebih memiliki hak hukum atas objek tanah ini.

Apakah pihak bung ada melakukan upaya hukum terhadap pelapor?
“Oh sudah tentu, dan itu sudah kita
lakukan dengan membuat laporan Polisi pada bulan awal Juni 2023. Sebelum peristiwa pengrusakan yang didalilkan oleh pelapor sudah ada dua LPM kami ke Satreskrim Polres Tanjungpinang sejak bulan Juni 2023 yang sampai saat ini masih berjalan di unit Pidum Satreskrim Polresta Tanjungpinang dengan dugaan Pemalsuan Surat Tanah dan atau keterangan palsu dalam proses penerbitan surat SKT 267.

Anehnya saat ini justru digunakan oleh Pelapor, dan ada juga dokumen SKGR , pemecahan dari induk surat SKT 267, yang juga menginduk pada SKT 158 dengan luas 5 ha, 1 Persil telah di terbitkan HGB dengan nomor 44 tahun 2003 yang semestinya harus dibuktikan dahulu keberadaannya.

Dokumen-dokumen itu terbit di tahun 2003 , jadi cukup aneh juga bahwa sudah 20 tahun berlalu baharu ada upaya untuk memasang patok dengan cara yang penuh dengan tanda tanya, bahkan yang pasang patok membawa senjata tajam parang, lalu ditanya oleh Bung Aloysius siapa yang suruh, yang kemudian dijawab ” ini Bos” yang suruh.

Kami melihat jelas, ini ada niat jahat dalam merekayasa peristiwa yang dilakukan oleh pihak bos itu, sampai akhirnya perkara ini sampai di Pengadilan Negeri Tanjungpinang

Lucu juga bahwa dalam persidangan saksi fakta juga tidak dihadirkan di muka persidangan, tapi marilah kita lihat pada episode akhir yaitu putusan Hakim.

Pada bagian akhir saat sidang pemeriksaan saksi dan terdakwa, hal yang menarik disampaikan oleh bung Aloysius di muka persidangan.

“Kami ini berkurban untuk membela anak yatim piatu untuk mempertahankan hak mereka. Bapak Majelis Hakim adalah wakil Tuhan di dunia, jadi apapun Putusan Bapak, saya siap, juga siap kalau bapak menghukum mati saya karena saya membela dan menyuarakan kaum tertindas. Kami adalah The voice of voiceless. Kami membela dan mempertahankan hak orang kecil, miskin dan lemah yang terzalimi,”

Bahkan dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum justru menutut kedua terdakwa dengan pasal 406 Jo Pasal 55, bukan lagi pasal 170 sebagaimana yang menjadi dasar dijadikan sebagai tersangka.

Oleh :

Patrisius Boli Tobi, Aktivis Provinsi Kepulauan Riau 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *