Infotoday.id, Kepri- Kapal bantuan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk kelompok Nelayan Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau disinyalir disalah gunakan, kapal yang seharusnya untuk kelompok nelayan tersebut kini dibawah penguasaan pengusaha Anambas yang biasa disapa Atek, Sabtu (04/05)
Atek yang dikonfirmasi terkait Kapal tersebut enggan memberikan penjelasan, ia hanya berujar bahwa dirinya tidak ingin dikonfirmasi
“Apa lagi yang mau dikonfirmasi, tak habis-habis. Tak ada informasi.”ucap Atek beberapa waktu lalu
Keberadaan Kapal milik Pemerintah tersebut ditangan Atek dibenarkan oleh Ahui. Menurut Ahui ia memberikan kapal tersebut kepada Atek karena mitra dirinya sebagai penguasa
“Iya betul Kapal itu sama Pak Atek, Mitra saya di Anambas.”kata Ahui ketika dihubungi
Berdasarkan informasi yang didapatkan oleh infoday.id, Kapal tersebut bukan digunakan untuk aktivitas nelayan, melainkan untuk mengangkut BBM
“Kapal Inka 342 pernah mengangkut BBM di Anambas. Beberapa Kapal Inka Mina itu disewakan untuk aktivitas mengangkut Solar, saya pernah melihat aktivitas mereka di Tarempa, Anambas.”Kata salah saru Nahkoda Kapal Nelayan kepada Infotoday.id
Terkait aktivitas kapal Inka Mina 342 tersebut, Ahui yang kembali dikonfirmasi Infotoday.id tidak memberikan penjelasan
Sebelumnya diberitakan Kapal Inka Mina 342 berlayar tanpa surat persetujuan berlayar luput dari pantauan aparat penegak hukum
Berlayarnya Kapal Inka Mina 342 dari Kijang, Kabupaten Bintan, menuju Kabupaten Kepulauan Anambas diduga kuat melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, meski berlayar tanpa surat persetujuan berlayar dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) setempat, Kapal Inka Mina mulus menuju Anambas pada Januari lalu tanpa tersentuh oleh aparat penegak hukum.
Ahui yang mengaku sebagai penanggung jawab Kapal tersebut mengakui jika Kapalnya berlayar tanpa surat persetujuan berlayar, hal itu dikarenakan cuaca menuju Anambas buruk.
“Iya memang benar. Kita berangkat dari Kijang ke Anambas hanya menggunakan izin dari Tanjungpinang-Kijang. Karena pada saat itu kami mengajukan izin berlayar ke Anambas, tapi karena cuaca buruk, pihak KSOP hanya mengizinkan kapal berlayar ke Kijang, sementara kami harus ke Anambas.” Kata Ahui ketika dikonfirmasi Infotoday.id Selasa, (03/05).
Ahui juga mengatakan jika kapal tersebut telah berada di Desa Air Asuk, Kecamatan Siantan Tengah, Kabupaten Anambas tanpa izin bersandar. Hal tersebut dikarenakan KSOP Anambas berbeda dengan Tanjungpinang.
Baca Berita Infotoday.id Budayakan Hidup Bersih, HMKB Kota Tanjungpinang Dan Warga Goro Bersama Warga
“Kapal kan sekarang di Air Asuk. KSOP disini kan berbeda dengan Tanjungpinang, Kalau Tanjungpinang ketat, sementara Anambas gak. Jadi boleh.” ungkap Ahui.
Menanggapi hal tersebut, Tri Wahyu yang juga merupakan praktisi hukum menjelaskan bahwa pelayaran tanpa surat persetujuan berlayar merupakan sebuah tindak pidana pelayaran.
“Berlayar tanpa persetujuan merupakan tindakan pidana pelayaran yang diatur secara eksplisit dalam Pasal 219 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Harusnya aparat yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang bisa memproses Nahkoda maupun penanggung jawab Kapal tersebut.” jelas Wahyu yang juga merupakan Advokat pada Kantor Agung Ramadhan tersebut, Rabu (4/5).
Wahyu juga membantah jika ada perbedaan aturan dari KSOP terkait dengan pelayaran, baik di Tanjungpinang maupun Anambas, sebab KSOP bekerja berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, mengenai perizinan pelayaran saya tegaskan tidak ada Peraturan Daerah yang mengaturnya, sehingga sangat keliru jika dikatakan ada perbedaan dalam konteks perizinanan antara KSOP diberbagai daerah.
Baca Berita Infotoday.id Mubes Natuna – Anambas Menuju Provinsi Khusus, Hadi Candra Minta Dukungan Semua Pihak
“Mana ada istilah perbedaan petugas Anambas dan Tanjungpinang. Aparat penyelenggara diberikan otoritas oleh Undang-undang Republik Indonesia untuk mengatur dan menindak setiap pelanggaran hukum, jika ada perlakuan istimewa, patut dicurigai.” jelas pria yang juga merupakan Putra Anambas tersebut.
Harusnya lanjut Wahyu, otoritas yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang dapat mengamankan Kapal tersebut untuk diproses hukum jika betul Kapal tersebut berlayar tidak sesuai dan/atau tanpa surat persetujuan.
“Undang-undang 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dimana penyalahgunaan surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan oleh pihak Syahbandar dapat dikenakan sanksi penahanan terhadap kapal, pembekuan izin atau sertifikat, hal tersebut sesuai Pasal 323 dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).” jelasnya. (Suaib)