Kepri, Infotoday.id – Aktivis pergerakan, Andi Cori Patahuddin, kembali bersuara soal masifnya peredaran rokok tanpa cukai (ilegal) di wilayah Kepri.
Ia menduga terjadi pembiaran oleh oknum aparat dan dibeking oleh orang kuat tentang bisnis rokok ini.
“Peredaran rokok non cukai di wilayah Kepri ini kian tahun tumbuh subur. Ini mengindikasikan bahwa aparat penegak hukum (APH) bermain. Ada orang kuat dibalik semua ini,” kata Cori, Senin (6/3).
Dugaan keterlibatan oknum aparat disinyalir dari lancarnya pendistribusian sejumlah merek rokok tanpa cukai ke sejumlah daerah seperti Rexo Bold, Manchester, Luffman, Rave, HD, Ofo Bold, Maxxis, Xpro, H-Mind Bold dan merek lain.
“Sangat mudah mendapatkan jutaan batang rokok non cukai ini. Ini mengindikasikan bahwa oknum penegak hukum, lebih-lebih Bea dan Cukai diduga membekingi peredaran rokok ilegal ini,” ungkap Cori.
Dia menjelaskan awal mula munculnya rokok non cukai diawali dengan Undang-Undang 44 tahun 2007 dan terbitnya Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan dan Kepelabuhanan Bebas dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kepabeanan atau perpajakan dan cukai.
“Disinilah awal mulanya Kepri sebagai provinsi surga-nya rokok ilegal. Sehingga, beredar ke sejumlah wilayah di Sumatera,” katanya.
Mulanya Kepri mendapatkan jumlah kuota rokok tanpa cukai sekian persen. Namun, akibat dari penyimpangan kuota rokok, Kementerian Keuangan melalui BP Batam justru telah menghentikan pemberian kuota rokok itu.

“Badan Pengusahaan Batam telah menghentikan pemberian kuota rokok non cukai yang diizinkan beredar di Batam, Kepulauan Riau, sejak Juni 2015. Kenapa demikian karena memang kuota rokok ini disalahgunakan,” jelas Cori.
Sementara, untuk wilayah Bintan dan Tanjungpinang yang meliputi Senggarang dan Dompak sebagai kawasan FTZ, sejak 2019 lalu juga telah dihentikan pemberian kuota rokok khusus di kawasan perdagangan bebas tersebut. Sebab, pada saat itu Bupati Bintan Apri Sujadi terbukti mendapatkan jatah dalam setiap produksi kuota rokok.
“Bahkan dalam dakwaaan Jaksa KPK pada saat itu ada sejumlah nama-nama, terutama petinggi Bea dan Cukai itu sendiri,” ungkap Cori.
Harusnya, sambung dia, sejak 2019 tidak ada lagi kuota rokok khusus kawasan bebas. Faktanya justru rokok tanpa cukai ini semakin subur dan bahkan muncul produk-produk baru.
“Tidak adanya tersangka ataupun terdakwa yang diseret ke pengadilan selain Apri Sudjadi dan M Saleh Umar selaku Kepala BP Bintan pada saat itu, mengindikasikan masih banyak oknum penegak hukum bermain dalam peredaran rokok ilegal ini,” papar Cori.
Aktivis ini akan menyerahkan sejumlah merek rokok tanpa cukai ke Kementerian Keuangan. Selain itu, Cori juga mendorong dan mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti keterlibatan pihak lain dalam peredaran rokok yang merugikan negara ini dari sektor cukai.
“Potensi kerugian negara akibat rokok ilegal pada 2020 mencapai Rp4,38 triliun, lebih tinggi dari 2019 senilai Rp4,19 triliun. Ditambah 2021-2022 hampir mencapai Rp10 triliun. Provinsi Kepri merupakan sumber terbesar dalam potensi kerugian negara di sektor rokok. Terutama Batam,” katanya.
(suaib)