INFOTOFAY.IF. Tanjungpinang,- Pemilihan Umum 2024 di Indonesia kembali menghadirkan fenomena yang mengakar kuat dalam politik elektoral negara ini, yaitu politik uang atau yang biasa kita kenal dengan istilah (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
Praktik ini melibatkan pemberian uang atau barang kepada pemilih dengan tujuan mempengaruhi pilihan mereka. Serangan fajar merupakan praktik politik uang, barang, jasa, dan materi dalam kontestasi politik sehingga telah menjadi kebiasaan pada sistem politik demokrasi di Indonesia.
Politik uang menjadi masalah dalam Pemilu 2024, Berdasarkan survey yang dilakukan oleh observatorium politik Indonesia pada 14 Februari 2024, ditemukan bahwa 46,7% responden percaya bahwa politik uang adalah sesuatu yang dapat dipahami dan ditangani. Mereka juga menyatakan bahwa politik uang adalah fakta yang sangat ironis karena jika orang yang dikritik tidak memiliki integritas, mereka bisa dituduh melakukan kejahatan yang akan melampaui norma masyarakat.
Sanksi yang terlibat dari serangan fajar yang tertuang dalam undang- undang pasal 515 dan 523 ayat 3 UU No 7 tahun 2017 tentang pemilu. Hal ini sejalan dengan keterangan Muhammad Yusuf sebagai Ketua Bawaslu Kota Tanjungpinang, mengingatkan masyarakat bahwa penerima serangan fajar tidak akan dikenakan sanksi, berbeda dengan pemberi yang bisa dihukum berat. Ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak laporan dari masyarakat tentang kasus politik uang, meskipun kekhawatiran akan intimidasi masih menjadi hambatan besar.(hariankepri.com, 1/12/2023).
Beberapa dampak serangan fajar terhadap kinerja dari calon legislatif meliputi. Pertama, Penurunan kredibilitas dan integritas. kredibilitas adalah perihal dapat dipercaya. Sedangkan integritas terkandung makna bahwa dalam berpikir, Sehingga dalam tindakan ini membuat masyarakat meragukan kejujuran dan kesungguhan calon tersebut dalam mewakili kepentingan rakyat.
Kedua, Mendorong korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan politik. uang menjadi awal dari korupsi. Uang yang dikeluarkan untuk membeli suara dianggap sebagai investasi yang harus dikembalikan dengan keuntungan setelah terpilih.
Dalam hal ini mendorong calon legislatif untuk terlibat dalam tindakan korupsi guna menutupi biaya kampanye mereka yang tinggi. Ketiga, Rendahnya kinerja dan akuntabilitas. Calon legislatif yang terpilih melalui serangan fajar cenderung kurang memiliki visi dan misi yang jelas untuk pembangunan daerah. Mereka lebih fokus pada proyek-proyek yang menguntungkan secara pribadi daripada kebijakan yang bermanfaat bagi publik.
Upaya untuk menanggulangi politik uang telah dilakukan melalui berbagai regulasi dan sanksi yang ketat. Pasal 523 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu menyatakan bahwa siapa pun yang memberi atau menerima uang dan barang dengan tujuan membujuk pemilih agar memilih calon tertentu atau tidak memilih, akan dikenakan hukuman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000.00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Namun, pembuktian kasus politik uang masih menjadi tantangan besar, proses hukum yang rumit dan bukti yang sering kali sulit didapat membuat banyak kasus tidak bisa ditindaklanjuti.
Bawaslu telah memperketat pengawasan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melaporkan kasus politik uang. Namun, ketakutan akan intimidasi dan proses pelaporan yang kompleks masih menjadi hambatan besar. Oleh karena itu, diperlukan strategi baru yang lebih efektif untuk melindungi pelapor dan menyederhanakan proses pemilihan umum disini Penulis juga berharap supaya praktik serangan fajar dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan di masa depan, hal ini dapat dicapai dengan memperkuat peraturan keuangan kampanye, dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya praktik serangan fajar.
Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan kesadaran dan komitmen untuk mengakhiri praktik serangan fajar dan menyelenggarakan pemilu yang bersih dan demokratis.
Opini :
Rio Ramadan, Diva Agus Riyanti, Chelsy Winda Simatupang dan Sardi Sudarjo
Mahasiswa Mata Kuliah Sistem Politik Indonesia
Prodi ; Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji (Fisip UMRAH)