Tanjungpinang, Infotoday.id – Aktivis pergerakan, Andi Cori Patahuddin, mencium aroma dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raja Ahmad Tabib (RAT) di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Dugaan nepotisme tersebut diantaranya adalah pegawai di bagian Central Sterile Supply Departement (CSSD) hingga pengelolaan kantin.
Sejumlah masalah lain di RSUD ini juga diketahui oleh Cori diantaranya adalah pengangkatan sejumlah dokter yang masih dalam proses sekolah.
“Ada beberapa masalah dalam manajemen RSUD RAT yang dapat menggangu pelayanan kesehatan ke masyarakat menjadi terganggu. Selain dugaan nepotisme itu, ada juga pengangkatan Kepala Instalasi Anestesi. Dimana yang bersangkutan didapatkan informasi masih menjalani sekolah sejak Mei 2022 lalu,” kata Cori, Senin (13/2).
Cori meminta Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, segera mengganti Direktur RSUD Raja Ahmad Tabib, dr. Yusmanedi. Selain itu, gubernur juga diminta merombak kembali manajemen yang ada saat ini.
Ada beberapa poin dugaan permasalahan dalam manajemen di RSUD Raja Ahmad Tabib saat ini.
Diantaranya, pembagian jasa medis yang tidak transparan, tidak adanya dokter spesialis ortopedi, layanan Cath Lab (Jantung), termasuk adanya dugaan conflict of interest yang dilakukan pihak direktur dengan banyaknya SK atas nama istrinya serta pelayanan THT yang tidak dilakukan secara optimal.
“Ada juga dugaan pihak direktur lebih banyak mempekerjakan pihak keluarganya sendiri, termasuk tentang keberadaan kantin di lantai 2 di RSUD RAT,” ungkap Cori.
Dia berharap gubernur untuk dapat mengetahui pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit ini dengan sejumlah persoalan tersebut.
“Termasuk persoalan di internal rumah sakit yang cenderung kacau. Bahkan, dokter yang masih sekolah diangkat. Kami berharap gubernur segera bertindak atas masalah ini,” jelas Cori.
Terkait masalah tersebut, media ini masih terus melakukan upaya konfirmasi ke RSUD Raja Ahmad Tabib.
Sebelumnya diberitakan, dua dokter spesialis ortopedi, dr. Deded Yudha Pranatha, Sp.OT dan dr. Faisal Rahman, Sp.OT, dikabarkan mengundurkan diri dari praktik medis di Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Tabib, Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Satu dari dua dokter yang dikabarkan mengundurkan diri itu berstatus ASN. Dia adalah dr. Deded Yudha Pranatha, Sp.OT. Sedangkan dr. Faisal Rahman, Sp.OT, berstatus kontrak.
Berdasarkan informasi, untuk jasa pelayanan dokter ortopedi di rumah sakit ini masih tutup sejak 7 hari hingga kini. Hal itu karena dokter spesialis tersebut tidak ada.
Direktur Utama RSUD Raja Ahmad Tabib Kepulauan Riau, dr. Yusmanedi, dan bagian Humas kompak bungkam ketika dikonfirmasi soal mundurnya dokter tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kepri, Bisri, dihubungi Infotoday.id, membenarkan dan sudah dapat kabar soal mundurnya dua dokter spesialis ortopedi.
“Saya sudah dapat info. Saya sudah dengar informasi ini beberapa hari lalu. Jika benar kita akan tanyakan ke manajemen apa masalahnya sehingga mengundurkan diri,” tutur Bisri, Selasa (31/1).
Manajemen menyampaikan ke Bisri bahwa dr. Deded Yudha Pranatha yang merupakan ASN mundur karena alasan fisik (tak sanggup mondar-mandir Batam-Tanjungpinang) untuk bertugas.
Ia juga mengetahui pengunduran diri dokter spesialis tersebut melalui sambungan ponsel oleh Wakil Direktur (Wadir) Rumah Sakit Raja Ahmad Tabib yang menyebut ada dokter spesialis mengundurkan diri karena alasan fisik.
“Saya tanya kenapa? Kondisi fisik pak. Itu kata Wadir. Saya rasa alasannya tidak hanya itu,” tutur Bisri.
Dia menyebut, dr. Deded Yudha Pranatha cukup lama mengabdi di RSUD Raja Ahmad Tabib dengan tunjangan yang diterima mencapai Rp28 juta perbulan. Sedangkan dr. Faisal Rahman yang berstatus kontrak sudah mengabdi sekitar 1 tahun.
“Untuk kontrak tergantung kebutuhan rumah sakit. Apakah dia full timer atau part time. Untuk masa tugas dr. Deded sudah lama. Sedangkan dr. Faisal sudah 1 tahunan,” jelas Bisri.
Ditanya soal kabar pemberian insentif jasa medis yang tidak adil oleh manajemen rumah sakit sehingga dokter tersebut mengambil keputusan mundur, Bisri menegaskan ada hitung-hitungan.
“Logikanya insentif jasa medis itu sudah ada formulanya, hitung-hitungannya. Istilah tidak fair, itu tidak ada,” kata dia.
Bisri menjelaskan, pemberian insentif dinilai dari dua hal. Pertama, berdasarkan kinerja dan pasien yang ditangani. Kedua, berdasarkan posisi (jabatan).
Dalam waktu dekat Dinas Kesehatan Kepri berencana menggelar rapat dengan manajemen rumah sakit.
“Dalam rapat nantinya akan saya gali soal penyebab mundurnya dokter spesialis ini. Saya tak mau dokter yang sudah ada ini sampai pergi demi memperkuat rumah sakit kita,” jelas Bisri.
Ia juga akan mengecek apakah pengunduran diri dr. Deded Yudha Pranatha masih dalam bentuk lisan atau tertulis.
“Kalau seorang ASN mengundurkan diri tentunya harus sampai ke BKPSDM dulu. Nanti saya cek apakah mengundurkan diri masih dalam bentuk lisan atau tertulis. Namanya orang mengundurkan diri kan belum tentu disetujui kan. Kalau ditolak belum tentu juga yang bersangkutan bisa mundur. Kan gitu,” papar Bisri.
Bisri tak menampik pelayanan medis soal tulang menjadi terganggu dengan mundurnya dokter spesialis ortopedi. Sehingga, masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan medis soal tulang harus ke RSUD Tanjungpinang dan RSAL sebagai rumah sakit alternatif.
“Bisa juga ke Batam,” katanya.
Informasi tambahan, ortopedi adalah ilmu tentang penyembuhan tulang, persendian, dan sebagainya yang tidak lurus atau salah bentuk (tulang punggung, kaki, dan tangan khusus pada anak-anak).
(suaib/dar)