HeadlineOPINITanjungpinang

Lawan Pelaku Dugaan Pelecehan Seksual di UMRAH

×

Lawan Pelaku Dugaan Pelecehan Seksual di UMRAH

Sebarkan artikel ini

Infotoday.id – Berita dugaan kasus pelecehan seksual di Kampus UMRAH kembali menjelma dengan inisial lain. Dilansir dari Infotoday.id pada 11 Juli 2023 bahwa diduga ada lebih dari 5 orang mahasiswi menjadi korban baru.

Hal ini sangat mencemari identitas kampus sebagai wadah dan ladang intelektual. Dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus merupakan sebuah langkah penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan para mahasiswa di Indonesia.

Peraturan ini memberikan panduan dan tindakan tegas yang harus diambil oleh pimpinan perguruan tinggi dalam menangani setiap laporan kekerasan seksual dengan fokus pada perlindungan korban.

Dengan hadirnya peraturan ini diharapkan perguruan tinggi dapat memperkuat kebijakan dan tindakan yang efektif untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual.

Langkah-langkah yang tercantum dalam peraturan ini mencakup prosedur pelaporan, investigasi, perlindungan korban, serta sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan seksual.

Selain itu, peraturan ini juga mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai kekerasan seksual di kalangan mahasiswa, serta melibatkan seluruh pihak dalam upaya pencegahan dan penanggulangan, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa itu sendiri.

Pelecehan seksual adalah kejahatan serius yang tidak mengenal batasan dan dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi.

Tindakan pelecehan seksual melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan merugikan korban secara emosional, fisik, dan psikologis.

Kekerasan seksual yang terjadi di kampus terutama menimpa perempuan, dan pelakunya adalah civitas akademika kampus itu sendiri. Kebanyakan korban kekerasan seksual atau penyintas kekerasan seksual di kampus tidak berani melapor ke pihak berwajib untuk menanganinya.

Penting juga bagi kampus untuk mengubah pandangan dan sikap terhadap korban kekerasan seksual. Korban seharusnya tidak dianggap sebagai “aib” atau disalahkan atas kejadian yang mereka alami.

Sebaliknya, mereka perlu diberikan dukungan, pemahaman, dan bantuan untuk pemulihan. Penanganan kasus kekerasan seksual harus dilakukan dengan sensitivitas, kerahasiaan, dan keadilan.

Penting untuk mengakui bahwa pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, tidak hanya di daerah yang dianggap rawan. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi mahasiswa dalam mengembangkan diri mereka secara akademik dan pribadi.

Namun, indikasi adanya dugaan kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi menunjukkan adanya masalah yang perlu ditangani dengan serius.

Kampus harus melakukan perubahan nyata dalam memperhatikan, mencegah, dan menangani kekerasan seksual dengan membuka ruang untuk melapor, mendengarkan korban dengan empati, dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku.

Sehingga, kampus dapat menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi semua mahasiswi dengan memperkuat Satgas PPKS dalam menjalankan perannya untuk menuntaskan kasus ini.

Penting diketahui bahwa kesadaran tentang isu yang terjadi di lingkungan kampus bagi seluruh lembaga-lembaga yang ada di kampus untuk memiliki kesadaran yang tinggi tentang isu pelecehan seksual dan konsekuensinya serta korban pelecehan seksual harus didukung untuk melaporkan kasus tersebut dan memberikan perlindungan serta tindakan yang tegas terhadap pelaku.

Pentingnya mekanisme pengaduan yang efektif dan proses hukum yang adil di kampus untuk menangani kasus meredakan seksual.

Kenapa oknum-oknum predator seksual ini masih ada di lingkup kampus? Padahal sudah tertera di dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Ini semua dikarenakan sistem disiplin kampus terkadang gagal mengeluarkan individu yang dianggap bertanggungjawab atas kekerasan seksual.

Kurangnya penegakan hukum yang tegas ini dapat mendorong pelaku untuk melanjutkan perilaku mereka. Sebagai mahasiswa, memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk berkontribusi dalam membangun lingkungan kampus yang lebih baik.

Penting juga bagi seluruh Ormawa Kampus membantu menuntaskan masalah ini bersama-sama. Mahasiswa sebagai social control. Artinya dalam hal ini peran mahasiswa sebagai kontrol sosial sangat penting. Mahasiswa berhak memiliki atau melakukan kontrol kepada hal yang bertentangan dengan nilai keadilan yang seharusnya diterima oleh masyarakat.

Yang mana Ormawa menjadi sebuah ujung tombak mahasiswa dalam memperkaya intelektual dan soft skill-nya dan mahasiswa sebagai penggeraknya.

“Gimana sebuah api yang menyala tanpa diimbangi suatu objek yang bertugas menghidupkan apinya”.

Begitu pula dalam hal isu yang terjadi di kampus, memang sudah benar peraturan hukum itu telah ada. Seperti yang kita ketahui di Indonesia hukum itu sangatlah lemah bagi rakyat biasa. Begitu pula kita sebagai mahasiswa yang derajatnya lebih rendah dari pada dosen dalam konteks jabatan.

Di sini bisa kita eksploitasi bahwasanya harus ada pemantik yang melantunkan isu-isu tersebut sehingga hukum-hukum yang berlaku itu berkobar layaknya api yang dihantam oleh angin di sebuah hutan.

Begitu pula tugas-tugas pemangku jabatan yang ada di lembaga kampus yang salah satunya harus peka terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan kampus. Supaya terciptanya keadilan dan sejahtera mahasiswa.

Meskipun permasalahan yang terjadi bukan di lingkup fakultas yang terkait, lembaga internal kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Senat Mahasiswa, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan bertanggung jawab untuk memperjuangkan hak mahasiswa kampus.

Maka dari itu penting bagi seluruh ormawa kampus membantu menuntaskan masalah ini bersama-sama. Mahasiswa sebagai social control. Artinya dalam hal ini peran mahasiswa sebagai kontrol sosial sangat penting.

Mahasiswa berhak memiliki atau melakukan kontrol kepada hal yang bertentangan dengan nilai keadilan yang seharusnya diterima oleh masyarakat. Yang mana ormawa menjadi sebuah ujung tombak mahasiswa dalam memperkaya intelektual dan soft skill-nya.

Kekerasan seksual tidak boleh ditoleransi di kampus atau dimana pun. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan individu dalam komunitas kita.

Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan individu dalam komunitas kita. Bersama-sama, kita dapat menciptakan perubahan yang positif dan mengakhiri kekerasan seksual di kampus.

(Yogi Saputra, Mahasiswa Teknik Angkatan 22 UMRAH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *