Infotoday.id. Tanjungpinang – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tanjungpinang dinilai berantakan dan pilih kasih dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien maupun masyarakat.
Buruknya pelayanan berimbas pada pasien bernama Rara Purnama Asih yang dinyatakan meninggal dunia.
Kepada media, Rudi Fauzi (37), warga Perum Jala Bestari, Kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur, menceritakan bahwa kejadian tersebut bermula ketika anaknya yang baru berusia tiga minggu tersebut dirujuk ke RSUD oleh dokter spesialis anak pada Senin (13/2) lalu.
“Di RSUD itu kami sebagai manusia tidak dimanusiakan,” jelas Rudi di Sekretariat DPD Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI) Provinsi Kepri, Minggu.
Bersama istrinya, ia menceritakan bahwa anaknya tersebut sejak demam terlihat seperti ada dahak di tenggorokan. Khawatir kondisi buah hati memburuk, Rudi akhirnya membawa ke dokter spesialis anak.
“Dahak di tenggorokan sang anak memang sudah terlihat sejak dua hari sebelumnya. Sebab pada saat minum susu, agak tersedak. Tapi kondisi fisik bayi baik-baik saja. Bayi kami sehat. Cuma ada semacam dahak di tenggorokannya. Jadi, setiap menyusu agak batuk karena dahak,” papar Rudi.
Di hari yang sama, Rudi dan istri berkeliling mencari tempat praktik dokter. Ia sempat membawa anaknya itu ke dokter umum. Tapi, disarankan ke dokter spesialis anak.
“Akhirnya ke Dokter Anik. Setelah diperiksa dokternya, dirujuk ke RSUD,” katanya.
Menjelang magrib, Rara tiba di RSUD Tanjungpinang dan langsung masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Dia heran hingga jelang tengah malam di IGD, bayinya hanya dibaringkan di tempat tidur.
“Diberi oksigen. Itu saja. Tidak ada tindakan medis apapun,” ungkap Rudi.
“Saya tanya dokternya mana, kata suster yang berjaga hasil lab (laboratorium) belum keluar,” tambahnya.
Setelah tengah malam, sambung Rudi, suster memberikan resep dokter dan harus ditebus di apotek RSUD.
“Bapak ke apotek dulu. Sudah itu konfirmasi ke kasir bagian IGD. Terus bapak baru bisa ambil obatnya,” begitu penuturan si suster ditirukan Rudi yang menurutnya ribet, lama, menyusahkan.
Dia mengikuti prosedur yang disarankan oleh suster tersebut. “Jujur saja, uang saya pas-pasan. Tengah malam. Kondisi darurat,” ucap Rudi lagi
Ia mengaku sempat menyampaikan ke kasir untuk membayar setengah uang obat.
“Saya tanya boleh tidak uang obat dibayar separuh dulu. Pagi atau siang saya tutupi kekurangannya. Bahasa dari kasir sangat indah bagi saya. Kata kasir luar biasa, itu pak di depan ada ATM. Bapak tinggal ke ATM saja,” jelas Rudi.
Akhirnya ia berhasil mengusahakan uang Rp200 ribu lebih dan obat pun tertebus.
Setelah itu, Rudi melihat dua jenis obat diberikan ke sang anak. Ia mengaku tidak tahu menahu fungsi obat yang diberikan tersebut.
Sampai di situ, Rara pun belum juga ditangani secara medis. Karena, suster menuturkan selain hasil pemeriksaan laboratorium, juga masih harus menunggu hasil rontgen.
Rara lalu dipasang infus yang sudah dibeli sang ayah di apotek tadi. Sekitar pukul 02.00 WIB, Rara dibawa ke ruang inap. Lagi-lagi dokter yang diharap Rudi dan istri tak kunjung tiba.
“Anak saya dari IGD setelah dikasih obat nampak semakin sesak. Dahak keluar terus. Dikasih oksigen masih agak enak nafasnya. Tapi tidak ada juga tindakan medis yang memadai. Suster yang berjaga hanya mengelap dahak yang keluar,” ujar Rudi.
Berulang kali ia bertanya kapan dokter datang. “Sang suster hanya menjawab, “Nanti, Pak,” tutur Rudi.
“Jadi nunggu apa sebenarnya. Apa nunggu kematian anak saya. Apa karena kami ini nampak bukan orang yang punya uang seperti itu caranya, saya kurang tahu. Cuma kami fokus ke anak, karena panik,” jelasnya lagi.
Keesokan harinya dokter akhirnya tiba. Sayangnya Rudi tak sempat bertemu. Ia mengaku saat itu sedang membeli makanan buat istri. Karena tak jumpa dokter, menurut Rudi, hasil rontgen bayinya tak pernah dijelaskan sampai sekarang.
“Kenapa tidak dijelaskan. Sedang di situ ada istri saya. Barulah setelah itu anak saya dimasukkan inkubator. Terus dirujuk ke rumah sakit provinsi,” kata Rudi.
Adapun alasan harus dirujuk ke rumah sakit provinsi dikarenakan peralatan medis RSUD penuh. Rudi mengaku semakin heran.
“Kenapa tidak sejak awal dirujuk. Kenapa menunggu anak saya sampai lemah,” tegasnya.
Rudi mengetahui anaknya lemah dari berat badan. Semula 2,8 Kg, ketika diperiksa di Dokter Anik turun menjadi 2,2 Kg.
“Di RSUD masih sama 2,2 Kg. Nah, satu malam di RSUD, hingga siang, mendekati magrib saat diperiksa di rumah sakit provinsi tinggal 2,1 Kg,” ucapnya.
Rudi merasa RSUD lalai terhadap bayinya. Seharusnya tindakan medis disegerakan. Karena, sudah ada rujukan dari dokter spesialis anak.
Adapun saat bayinya dibawa ke rumah sakit provinsi (RSUD Provinsi Kepri Raja Ahmad Tabib), Rudi mengaku penanganannya baik.
“Meski saya orang susah, di RSUD provinsi saya salut soal penanganan. Dokter langsung yang menangani. Uji lab dan sebagainya serba cepat. Dokter juga langsung menjelaskan kondisi anak saya,” ujar dia.
Sang ayah mengungkapkan kondisi Rara Purnama Asih sudah terlalu lemah. Bayi mungil inipun kritis dan meninggal pada Rabu, 15 Februari 2023, sekitar pukul 21.30 WIB.
“Semoga tidak ada lagi bayi bernasib seperti anak saya yang menurut saya dilalaikan RSUD Tanjungpinang. Ada unsur sengaja. Soalnya saya tanya berulang-ulang mana dokter, suster hanya menjawab dengan jawaban tak jelas,” kata Rudi.
Begitu pula saat di ruang rontgen. Rudi melihat kosong. Sementara, biaya yang masih menjadi tanggungan Rudi di RSUD Tanjungpinang sekitar Rp1.300.000 lebih. Belum lagi biaya di RSUD Provinsi. Jika ditotal keseluruhan mencapai Rp8 juta lebih.
“Sampai sekarang belum dibayar,” tuturnya.
Ketua DPD FPPI Kepri, Anis Anorita Zaini, mengaku akan segera mengonfirmasi masalah ini ke manajemen RSUD, termasuk Wali Kota Tanjungpinang, Rahma.
“Dan pastinya kami juga akan membantu mencarikan jalan keluar bagi Pak Rudi dan istri,” tutupnya.
Terkait persoalan tersebut, Direktur RSUD Tanjungpinang, dr. Yunisaf yang dihubungi belum memberikan tanggapan.
Sementara, Sekda Kota Tanjungpinang, Zulhidayat, mengaku sudah mendapatkan informasi yang dikeluhkan oleh keluarga pasien tersebut. Namun dirinya belum mendapatkan laporan utuh tentang penanganan medis.
“Saya sudah tanyakan ke direktur terkait peristiwa ini. Beliau bersama timnya saat ini sedang menyiapkan laporan record penanganan medis terhadap pasien tersebut secara detail. Ada record nya, pukul berapa, menit berapa, detik berapa, penanganan apa yang diberikan akan ketauan. Mereka lagi menyusun laporan itu,” kata Zulhidayat.
Disamping itu, Direktur RSUD Tanjungpinang juga segera berdiskusi dengan keluarga pasien, untuk membicarakan masalah itu.
“Beliau (Dirut) akan berdiskusi bersama pihak keluarga mengenai masalah itu, (biaya red),” ungkap Zulhidayat.
(suaib)