Natuna, Infotoday.id – Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Ilyas Sabli angkat Bicara terkait kasus yang kini menjeratnya. Ia berharap Kejati bisa mengedepankan rasa keadilan dalam menegakan hukum.
Ia berujar, kasus yang membuat dirinya menjadi tersangka merupakan kasus bernuansa politik, sebab sebagai Bupati pada masa itu, ia hanya meneruskan proses perda tentang tunjangan rumah dinas anggota DPRD Kabupaten Natuna Periode 2009-2014.
“Di legislatif, yang menjadi tersangka hanya ketua DPRD Kabupaten Natuna masa itu, sedangkan Wakil Ketua maupun anggota DPRD yang lainnya tidak tersentuh, melainkan seorang ketua DPRD. Aneh rasanya jika dari DPRD hanya seorang HC yang jadi tersangka, sementara 35 anggota DPRD yang menikmati tunjuagan kenapa tidak dijadikan tersangka,” ungkap Ilyas Sabli.
Lebih jauh mantan Bupati Natuna periode 2011-2016 ini menjelaskan, dalam pengesahan perda tentu sudah melewati proses pembahasan anggaran antara DPRD bersama Pemerintah, dan dalam rapat semua fraksi telah menyetujui produk Perda tersebut.
“Semua fraksi menyetujui produk Perda tentang rumah Dinas tersebut. Bahkan hingga detik ini Ketua DPRD dan anggota DPRD Periode 2019-2024 masih menikmati tunjangan rumah Dinas, kenapa tidak dipersoalkan,” ungkap politisi Partai NasDem tersebut.
Secara aturan, kata Ilyas, bahwa tunjangan perumahan dewan priode 2009-2014 tidak pernah melanggar Pergub, yang mana di dalam Pergub itu bersaran tunjangan perumahan dewan untuk kabupaten kota harus di bawah provinsi.
“Pergub tunjangan anggota DPRD Provinsi pada masa itu sekitar 17 juta. Sementara untuk anggota DPRD Kabupaten Kota berdasarkan Pergub itu harus dibawah tunangan provinsi, Natuna berdasarkan Perda, tunjangan nya sekitar 12 juta rupiah,” terang Ilyas.
Bahkan berdasarkan hasil audit BPK, ungkap Ilias Sabli, bahwa pemberian tunjangan rumah Dinas tersebut merupakan pemborosan anggaran, bukan merupakan sebuah tindakan melanggar hukum.
“BPK merekomendasikan untuk melakukan pengembalian anggaran, kita udah melakukan pengembalian seperti apa yang diminta BPK. Walaupun pengembalian anggaran itu tidak menghapus sebuah peristiwa pidana,” ucapnya.
Ia juga berharap, proses penegakan hukum oleh pihak Kejati tidak berdasarkan tekanan dan intervensi diluar, melainkan betul-betul berdasarkan rasa keadilan yang beradab.
“Ada 35 anggota DPRD sebagai pihak yang mengesahkan Dan menikmati tunjangan itu. Mereka harus juga dimintai pertanggung jawaban, agar rasa keadilan itu ada,” harapnya.
Sementara, Makmur, mantan Sekwan pada saat itu angkat bicara. Menurutnya, ia hanya melaksanakan apa yang ada dalam Perda.
“Saya hanya melaksanakan tugas dan kewajiban saya menurut Perda. Tidak pernah saya menikmati uang dari masalah ini, kenapa justru saya yang dijadikan tersangka,” ucapnya.
(Sudir)