Infotoday.id.Kepri- Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Gerry Yasid didampingi Asintel Kejati Kepri Lambok M.J Sidabutar melaksanakan Kunjungan Kerja Silaturahmi dan Sosialisasi “Penyelesaian Perkara dengan Pendekatan Restorative Justice” oleh Kajati Kepri di Kabupaten Karimun
Dalam Kunjungan Kerja tersebut, Kajati Kepri Gerry Yasid ke Kabupaten Karimun juga dilaksanakan silaturahmi dan sosialisasi “Penyelesaian Perkara dengan Pendekatan Restorative Justice” di Gedung Nilam Sari Kantor Bupati Karimun yang dihadiri Kajari Karimun dan jajaran, Bupati Karimun, Wakil Bupati Karimun, Ketua DPRD Kabupaten Karimun, Unsur FKPD Kabupaten Karimun, Sekda, Asisten, Inspektur, Kepala Dinas, Kepala Badan, Camat, Lurah dan Kepala Desa pada Pemerintah Kabupaten Karimun serta Pengurus PGRI Kabupaten Karimun, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama Kabupaten Karimun.
Kajati Kepri Gerry Yasid, mengatakan bahwa penerapan keadilan restoratif yang dicanangkan Kejaksaan RI bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum yang humanis bagi masyarakat.
“Restorative Justice mewujudkan keadilan hukum yang memanusiakan manusia dengan menggunakan hati nurani. Sekaligus melawan stigma negatif yang tumbuh di masyarakat yaitu hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sehingga perkara-perkara yang sifatnya sepele atau ringan dapat diselesaikan di luar pengadilan dan tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan,” ucap Kajati Kepri Gerry Yasid, yang merupakan Putra Daerah Provinsi Kepri kelahiran Desa Mentigi, Tanjung Uban Kabupaten Bintan pada paparannya sebagai Narasumber di Gedung Nilam Sari Kantor Bupati Karimun.
Mantan Kajati Sulteng ini menerangkan bahwa penerapan keadilan restoratif dengan cara memediasi antara korban dan pelaku kejahatan dalam penyelesaian permasalahan memiliki tujuan utama pemulihan kerugian pada korban dan pengembalian pada keadaan semula.
“Lebih daripada itu, melalui RJ (Restorative Justice), stigma negatif atau labeling “orang salah” itu dihapuskan. Ia tidak akan diadili di depan umum dan diberi kesempatan untuk bertaubat atau berubah. Kalau dalam masa kesempatan itu diberikan, orang itu kembali mengulangi perbuatannya, maka dia siap untuk dipenjara,” jelasnya.
Penyelesaian perkara melalui RJ mendapat respon positif dari masyarakat. Hal itu dibuktikan sejak terbitnya Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, penerapan keadilan restoratif di tingkat kejaksaan relatif meningkat dengan banyaknya permintaan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
Gerry, juga menerangkan bahwa adapun alasan pemberian penghentian pentuntutan berdasarkan keadilan restoratif adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun
Tindak pidana dilakukan dengan barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp.2.500.000, telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara
“Tersangka telah mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban, mengganti kerugian korban, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana. Telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka, hal ini juga telah direspon secara positif oleh masyarakat merespon positif,” jelas Gerry.
(suaib/rls)