Infotoday.id, Kepri- Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Provinsi Kepulauan Riau, dan Badan Pertanahan Kabupaten Bintan digugat oleh salah satu warga yang memiliki lahan terdampak pembangunan jembatan Batam-Bintan di Kelurahan Tanjung Permai, Kecamatan Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan, Selasa (12/01/2022)
Gugtan tersebut dilayangkan oleh Maryulis dan atau Mukhlis di Pengadilan Negeri Tanjungpinang melalui kuasanya Urip Santoso SH dan Nofrizal SH dengan perkara nomor 1/Pdt.G/2022/PN Tpg yang didaftarkan pada 4 Januari.
Dalam gugatannya, Nofrizal SH selaku kuasa hukum dari Maryulis dan atau Mukhlis menyampaikan gugatan kepada para tergugat mengenai keputusan pembayaran ganti rugi lahan yang dinilai tidak sesuai dengan asas keadilan dan juga kepatutan sesuai dengan aturan yang ada.
“Kami menyampaikan tuntutan kami sebesar Rp 2.277.690.000,- kepada Tergugat. Karena ganti kerugian Rp 1.054.437.509,- yang diberikan oleh PUPR Kepri dinilai tidak patut asas keadilan,” jelas Nofrizal usai mengahdiri sidang pertama pada Rabu (12/01) di Kantor Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
“Nilai ganti kerugian pada tanggal 21 Desember 2021 yang diberikan melalui sebuah amplop berisi satu lembar kertas berisi nilai tersebut di atas tidak memperhatikan faktor ekonomi dan kepatutan lainnya.
“Di atas lahan itu ada 14 kolam ikan yang setiap panen memberikan keuntungan, belum lagi nilai lainnya terkait di atas tanah. Kemudian juga nilai ganti rugi lahan sempadan sebesar Rp 690 ribu permeter membuat ketimpangan, dimana Penggugat hanya diganti sebesar Rp 300 ribu permeternya,” ungkapnya.
Sementara Urip Santoso SH menjelaskan bahwa ganti rugi yang diberikan oleh Pemprov Kepri patut dipertanyakan,sebab beberapa lahan yang berbatasan langsung dengan kliennya dibayarkan dengan nilai Rp. 700.000 permeternya
“Didalam lahan klien kami ada kolam Produktif, tapi kenapa tim tidak menghitung ?. Disamping itu, ada tanah yang berada dalam satu hamparan dan sempadan dengan klien kami dihargai 700 Ribu, sementara kami hanya 300 ribu. Dimana azas keadilan itu. Tanah Klien kami berada persis dipinggir Jalan Utama dua Jalur (Jl.Garuda) Lobam Bintan. Seharusnya ada perbedaan Penilaian Harga Tanah depan dan belakang. Jelas Urip
Urip juga menyebutkan bahwasanya tim pembebasan lahan tidak melakukan musyawarah harga dengan masyarakat selaku pemilik lahan yang berdampak pembangunan jembatan tersebut
“Proses musyawarah tidak pernah ada dalam hal penawaran harga. Walaupun tim memanggil warga masyarakat untuk dikumpulkan, sementara akan tetapi tidak ada tawar menawar harga. Mereka langsung diberikan amplop yang berisi nilai pembebasan. Gugatan ini kami layangkan karena undang-undang memberikan ruang kepada kami, bilamana permasalahan ini tidak sesuai dengan nilai kepantasan. “Jelasnya (Suaib)